Jumat, 14 Januari 2011

Teknik Pembenihan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo
2.1.1 Klasifikasi
Menurut Rukmana (2003), kedudukan ikan lele dumbo dalam sistematika (taksonomi) hewan diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum : Chordota
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleoostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
1.2.2 Morfologi
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), lele dumbo memiliki patil yang tidak tajam dan geriginya tumpul. Sungut lele dumbo relaif lebih panjang dan tampak lebih kuat daripada lele lokal. Kulit badannya terdapat bercak-bercak kelabu seperti jamur kulit manusia (panu). Kepala dan punggungnya berwarna gelap kehitam-hitaman atau kecoklat-coklatan. Lele dumbo memiliki sifat tenang dan tidak mudh berontak saat disentuh atau dipegang. Penampilannya kalem dan tidak banyak bergerak. Lele dumbo suka meloncat bila merasa tidak aman.
Bentuk lele dumbo adalah memanjang dengan bagian depan membulat dan bagian tengah sampai bagian belakang pipih. Kepalanya pipih dan memiliki empat pasang kumis yang memanjang, serta alat pernapasan tambahan (Rukmana, 2003). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 1 berikut ini :





Gambar 1. Morfologi ikan lele dumbo (Budi, 2009)
1.2.3 Anatomi
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), anatomi lele dumbo mirip dengan lele lokal atau jenis-jenis ikan lele lainnya. Semua jens ikan lele berkembangbiak secara ovipar, yakni pembuahan telur di luar tubuh. Ikan lele memiliki gonada satu pasang dan terletak disekitar usus. Ikan lele memiliki lambung yang relatif besar dan panjang, tetapi ususnya relatif lebih pendek daripada badannya. Hati dan gelembung ikan lele berjumlah 2 (dua) dan masing-masing sepasang. Alat pernapasannya berupa insang dan insang tambahan berupa arborescent organ yang memungkinkan ikan ini mampu mengambil oksigen segar di atas permukan air.
2.1.4 Habitat
Menurut Suyanto (2007), habitat atau lingkungan hidup ikan lele ialah semua perairan tawar. Di sungai yang airnya tidak terlalu deras, atau diperairan yang tenang seperti danau, waduk, telaga, rawa serta genangan-genangan kecil seperti kolam, merupakan lingkungan hidup ikan lele.
Ikan lele memiliki organ insang tambahan yang memungkinkan ikan ini mengambil oksigen pernapasannya dari udara di luar kolam. Karena itu ikan lele tahan hidup di perairan yang airnya mengandung sedikit oksigen. Ikan lele ini relatif tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organik.Oleh karena itu ikan lele tahan hidup dicomberan yang airnya kotor. Ikan lele hidup dengan baik di dataran rendah sampai perbukitan yang tidak terlalu tinggi. Apabila suhu tempat hidupnya terlalu dingin, misalnya di bawah 200 C pertumbuhannya agak lambat. Di daerah pegunungan dengan ketinggian di atas 700 m, pertumbuhan ikan lele kurang begitu baik. Lele tidak pernah ditemukan hidup di air payau atau asin (Suyanto, 2007).
2.1.5 Tingkah Laku
Menurut Suyanto (2007), ikan lele adalah ikan yang hidup di air tawar. Ia bersifat nocturnal, artinya ia aktif pada malam hari atau menyukai tempat yang gelap. Pada siang hari yang cerah, ikan lele lebih suka berdiam di dalam lubang-lubang atau tempat yang tenang dan alirannya tidak terlalu deras.
Ikan lele membuat sarang di dalam lubang-lubang di tepian sungai, tepi-tepi rawa atau pematang sawah, kolam yang teduh dan tenang.
2.1.6 Siklus Hidup
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), di peraian alam, lele dumbo biasa biasa berpijah selama musim hujan, tetapi dalam kolam budidaya dapat dipijahkan sepanjang tahun. Dalam kondisi normal, lele dumbo dapat tumbuh mencapai 250 g/ekordan panjang 25 cm selama 100 hari.
Menurut Suyanto (2007), ikan lele mencapai kedewasaannya setelah mencapai ukuran 100 g atau lebih. Jika sudah masanya berkembang biak, ikan jantan dan betina berpasangan. Pasangan itu lalu mencari tempat, yakni tempat yang teduh dan aman untuk bersarang. Lubang sarang ikan lele terdapat kira-kira 20-30 cm di bawah permukaan air. Ikan lele tidak membuat sarang dari suatu bahan (jerami atau rumput-rumputan) seperti ikan gurame, melainkan hanya meletakkan telurnya di atas dasar lubang sarangnya itu.
Pada perkawinannya, induk betina melepaskan telur bersamaan waktunya dengan jantan melepaskan mani (sperma) di dalam air. Terjadilah pembuahan di dalam air.Telur yang dibuahi dijaga oleh induk betina sampai telur menetas dan kuat berenang. Lama penjagaan ini seminggu sampai sepuluh hari. Setelah perkawinan, induk jantan meninggalkan sarang dan tidak menghiraukan anak-anaknya (Suyanto, 2007).
Seekor induk betina dapat menghasilkan 1.000 sampai 4.000 butir telur sekali memijah. Dalam tempo 24 jam setelah perkawinan, telur akan menetas (Suyanto, 2007).
2.1.7 Makanan
Menurut Rukmana (2003), Ikan lele temasuk pemakan segala bahan makanan (omnivora), baik bahan hewani maupun nabati. Dilihat dari jumlahnya, ikan lele dumbo lebih banyak memakan bahan hewani dibandingkan dengan bahan nabati. Anak ikan lele memakan protozoa, rotifera, crustacea yang halus dan fitoplankton. Sementara ikan lele dumbo dewasa memakan cacing dan larva insekta, ikan-ikan kecil, udang, bahan organik, dan jasad-jasad yang telah membusuk.
Menurut Suyanto (2007), makanan alami ikan lele ialah binatang-binatang renik, seperti kutu-kutu air (Daphnia, Cladosera, Copepoda), cacing-cacing, larva (jentik-jentik serangga), siput-siput kecil, dan sebagainya.
2.2 Pemilihan Lokasi
Menurut Soetomo (2000), Dalam pemilihan lokasi untuk usaha beternak ikan lele dumbo adalah pada tanah yang mempunyai nilai tanah (harga) yang masih rendah, sehingga investasi modal yang kita tanam untuk membeli tanah sebagai lahan usaha murah, apalagi dekat dengan jalan besar atau setidak-tidaknya lokasi mudah dijangkau kendaraan, khususnya kendaraan roda empat.
Dekat dengan sumber air yang tidak tercemar oleh bahan kimia, limbah industri, merkuri, air mengandung kadar minyak atau bahan lainnya, yang dapat mematikan ikan (Soetomo, 2000).
Pemakaian air untuk keperluan kolam peternakan ikan lele dumbo tidak boleh mengakibatkan perubahan dan kerusakan sistem irigasi yang sudah ada. Harus tersedia air yang cukup selama melakukan kegiatan usaha beternak ikan lele dumbo. Lokasi ini bukan merupakan tempat yang rawan banjir. Di sekitar lokasi usaha banyak terdapat bahan makanan yang murah dan bermutu, baik makanan alami maupun makanan tambahan, sehingga biaya pemeliharaan menjadi murah (Soetomo, 2000).
2.3 Sarana Pembenihan
Menurut Kordi (2004), sarana pembenihan untuk menunjang usaha pembenihan ikan lele diantaranya yaitu :
1. Kolam pemeliharaan Induk
Kolam pemeliharaan induk berfungsi sebagai kolam khusus yang digunakan untuk memelihara induk. Kolam ini digunakan sebagai tempat membesarkan ikan-ikan yang kemudian dijadikan induk atau memelihara ikan sampai matang gonad dan sebagai tempat induk-induk ikan yang telah selesai dipijahkan. Kolam pemeliharaan induk biasanya disediakan sebanyak 2 buah, satu untuk induk jantan dan satu lagi untuk induk betina. Ukuran kolam tergantung dari kebutuhan maupun lahan yang tersedia. Ukuran kolam yang umum antara 100-400 m2.
2. Kolam Pemijahan
Kolam pemijahan berfungsi untuk mempertemukan (mengawinkan) induk jantan dan betina yang telah matang telur. Bila lokasi yang tersedia tidak mencukupi, maka kolam pemijahan dan kolam pemeliharaan induk cukup satu kolam saja.
3. Kolam Penetasan Telur
Kolam penetasan telur digunakan untuk menetaskan telur-telur yang terbuahi. Selain dilakukan di kolam penetasan khusus, penetasan telur juga dilakukan di tempat lain seperti bak beton, corong, atau di hapa. Penetasan telur juga dilakukan pada kolam pemeliharaan induk dan kolam pemijahan.
4. Kolam Pemeliharaan Larva
Kolam pemeliharaan larva digunakan untuk memelihara larva. Larva yang sudah lepas dari induknya, dapat mencari makan sendiri, tetapi masih lemah dan belum dapat berenang cepat. Kolam yang digunakan dapat berupa kolam tanah, kolam beton ataupun di sawah. Kolam biasanya berukuran antara 100-600 m2.
5. Kolam Pemeliharaan Benih
Kolam pemeliharaan benih digunakan untuk memelihara anak ikan pasca larva. Kolam dapat berupa kolam tanah, kolam beton atau di sawah. Ukuran kolam untuk pemeliharaan benih antara 250-600 m2. Pada pembenihan yang lebih maju, kolam pemeliharaan benih terdiri dari beberapa buah, yaitu pemeliharaan benih I, II, dan III. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2 berikut :





Gambar 2. Sarana pembenihan (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006)
2.4 Pemeliharaan Induk
Menurut Suyanto (2007), pemeliharaan dan perawatan calon induk lele harus diusahakan agar induk selalu dalam keadaan sehat, tidak mudah terserang penyakit, vitalitasnya tinggi, supaya dapat menghasilkan keturunan yang sehat.
Menurut Khairuman dan Amri (2002), induk jantan dipelihara secara terpisah dengan induk betina. Hal ini memudahkan dalam pengelolaan, pengontrolan, dan yang terpenting dapat mencegah terjadinya "mijah maling" atau memijah di luar kehendak. Kolam induk berupa kolam tanah, kolam tembok, atau kolam tanah dengan pematang tembok. Tidak ada ketentuan khusus tentang ukuran kolam untuk pemeliharaan induk. Setiap kolam dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran air. Di kedua saluran ini di pasang saringan agar hewan liar tidak masuk dan induk-induk yang dipelihara tidak dapat keluar atau kabur. Kepadatan penebaran antara 3-4 kg/m2, sedangkan ketinggian air di kolam induk antara 60-75 cm dengan debit 20-25 liter/menit. Air yang mengairi kolam induk sebaiknya bersih dan tidak tercemar limbah rumah tangga atau limbah lainnya. Agar diperoleh kematangan induk yang memadai, setiap hari induk diberi pakan bergizi. Jenis pakan yang diberikan berupa pakan buatan berupa pellet sebanyak 3-5% per hari dari bobot induk yang dipelihara. Pakan diberikan dua sampai tiga kali sehari pada pagi, sore, dan malam hari.
Menurut pendapat Soetomo (2000), perbedaan lele jantan dan lele betina adalah:
a. Lele jantan
• Memiliki naluri gerakan yang lincah
• Postur tubuh dan perut yang ramping
• Memiliki tulang lempeng kepala lebih mendatar
• Warna tubuh hijau kehitam-hitaman, kadang-kadang lebih gelap
• Lubang kelamin runcing dan lebih menonjol
b. Lele betina
• Memiliki naluri gerakan lambat/lamban
• Postur tubuh gemuk dan lembek
• Warna tubuh kelabu ke kuning-kuningan
• Lebih cerah dari yang lainnya
• Gonad/kelamin bentuknya bulat telur dan agak melebar

Induk yang dipilih sebaiknya yang telah biasa dipelihara di kolam. Perawatan ditujukan agar induk selalu dalam keadaan sehat, mempunyai vitalitas tinggi dan menghasilkan keturunan yang sehat. Induk yang telah berumur 1 tahun lebih dengan berat minimal 150 gr dapat dipijahkan sampai ia berumur 5 tahun dengan interval 2 bulan sekali. Untuk itu, induk perlu dirawat dan dijaga kebersihan lingkungannya dengan cara sebagai berikut:
a. Mengatur aliran air masuk yang bersih, walaupun kecepatan aliran air tidak perlu deras. Cukup 5-6 liter/menit.
b. Memberikan makanan yang cukup kandungan gizinya dengan kadar protein lebih dari 35%
c. Segera dipisahkan induk-induk yang mulai lemah atau yang terserang penyakit untuk segera diobati.
d. Ikan lele yang hanya diberi makanan daun-daunan, pertumbuhannya lebih lambat daripada yang diberikan makanan berupa pelet, cacing, serangga, dan makanan buatan lainnya.
2.5 Seleksi Induk
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), seleksi induk harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan gangguan fisik ataupun psikis. Lele dumbo yang mengalami gangguan fisik ataupun psikis akan menjadi stress sehingga telur keluar lebih dini atau bahkan tidak mau bertelur sama sekali. Telur yang keluar lebih awal sebelum induk dimasukkan berpasangan dalam kolam pemijahan tidak akan terbuahi. Sebaliknya, telur yang tidak keluar selama proses pemijahan akan diserap kembali oleh dinding-dinding ovarium untuk diproses menjadi makanan (energi) dan disimpan kembali dalam bentuk daging.
Menurut Soetomo (2000), memilih induk lele harus cermat dan teliti agar memperoleh induk lele yang baik, yang nantinya mampu menghasilkan benih yang bermutu dan terus menerus sehingga budidaya atau berternak ikan lele berhasil. Persyaratan calon induk lele yaitu sehat, tidak cacat, lincah, berumur minimum 1 tahun, panjang 20 - 25 cm dengan berat 150 – 350 gr, apabila kena sinar warna kulit punggung lele mengkilat seperti beledu, calon induk lele sudah jinak dan tidak liar.
Menurut Budi (2009), ciri-ciri induk lele siap pijah secara umum adalah calon induk terlihat mulai berpasang-pasangan, kejar-kejaran antara induk jantan dan betina. Adapun diuraikan secara detail cirri-ciri induk lele siap pijah adalah sebagai berikut :
a. Ciri–ciri induk lele jantan siap pijah
1. Ukuran kepala lebih kecil dari betina
2. Warna kulit dada lebih suram dari si betina
3. Kelamin (urogenital papilla) menonjol, memanjang kearah belakang, terletak di belakang anus dan warna kemerahan
4. Gerakan lincah
5. Perutnya lebih langsing
6. Apabila diurut di daerah perut maka akan keluar cairan putih kental (sperma)
7. Kulit lebih halus di banding induk betina.
b. Ciri–ciri induk betina siap pijah
1. Kepala lebih besar dari sang jantan
2. Warna kulit dada lebih terang
3. Kelamin (urogenital papilla) berbentuk oval berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak di belakang anus.
4. Gerakannya lambat.
5. Perutnya lebih gembung dan lunak.
6. Apabila diurut di bagian perut ke arah anus maka akan mengeluarkan cairan kekuningan ( ovum/telur ).
2.6 Pemijahan
2.6.1 Persiapan pemijahan
Menurut Khairuman dan Amri (2002), pembuatan atau persiapan kolam pemijahan dilakukan bersamaan dengan persiapan atau pemilihan induk. Untuk setiap pasang induk yang beratnya 1 kg diperlukan satu buah kolam pemijahan, dengan ukuran 1 x 2 x 0,5 m. Sebelum digunakan, kolam atau bak dicuci bersih agar lele terhindar dari serangan penyakit. Selanjutnya bak diisi air bersih setinggi 50-60 m. Sebagai tempaat menempelnya telur, di dasar bak dipasang kakaban yang terbuat dari ijuk. Kakaban harus menutupi seluruh permukaan dasar kolam pemijahan, sehingga semua telur lele tertampung di kakaban. Bagian atas kolam pemijahan ditutupi dengan papan atau triplek atau anyaman bambu untuk mencegah induk lele yang sedang dipijahkan meloncat keluar.
2.6.2 Proses Pemijahan
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), Induk lele jantan dan betina yang sudah diseleksi segera dimasukkan ke dalam kolam pemijahan. Setiap pasangan induk terdiri atas 1 (satu) ekor induk jantan dan 2 (dua) ekor induk betina. Usahakan agar induk lele dumbo yang dipijahkan tidak beringas sehingga saling menyerang satu sama lain. Di kolam pemijahan, biasanya induk jantan yang telah matang kelamin dan tidak menemukan pasangan induk betina yang matang telur akan menjadi beringas. Untuk mencegah prilaku beringas ini, maka induk-induk lele dumbo betina harus diusahakan yang benar-benar sudah siap berpijah.
Pasangan induk lele yang cocok dan telah matang kelamin akan segera berpijah setelah dimasukkan ke dalam kolam pemijahan. Biasanya induk lele dumbo berpijah pada tengah malam menjelang pagi, yakni sekitar pukul 02.00-04.00. Tetapi, proses pemijahan tersebut kadang-kadang mundur sampai sehari lebih (24-36 jam) (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
Proses peijahan lele dumbo diawali dengan pengeluaran telur dari induk betina dan disusul dengan semprotan sperma oleh induk jantan. Induk yang telah berpijah dapat dilihat dari prilaku dan telur hasil pemijahannya. Prilaku induk lele jantan yang telah berpijah menjadi lebih tenang dan lebih banyak diam. Sedangkan induk lele dumbo betina yang telah berpijah akan menepi di pinggiran kolam (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
Induk lele dumbo yang telah memijah tersebut sebenarnya sangat lapar dan lelah. Jika induk lele tersebut dalam beberapa jam tidak mendapat makanan untuk disantap, maka induk-induk tersebut akan memakan telurnya sendiri. Oleh karena itu, pagi hari setelah berpijah, induk lele dumbo yang telah memijah harus segera ditangkap dan dimasukkan lagi ke kolam penampungan serta diberi makanan yang cukup. Sedangkan telur-telurnya dipindahkan ke kolam penetasan (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
2.7 Penetasan Telur
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), telur hasil pemijahan akan menempel pada serabut kakaban. Telur yang baik berwarna kuning jernih, kelihatan segar, mengkilat, dan tampak bulatan kecil seperti inti atau nokta di tengahnya. Sedangkan telur yang jelek berwarna putih keruh. Telur yang baik akan menetas menjadi larva sedangkan yang jelek akan membusuk.

Pemindahan telur-telur lele dumbo ke kolam penetasan dilakukan dengan cara diangkat beserta kakabannya. Sedangkan telur yang tercecer di dasar kolam dipungut dengan cara disipon dan disaring dengan kain halus. Telur yang terambil dimasukkan ke dalam ember dan selanjutnya dimasukkan ke dalam bak penetasan (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
Telur lele dumbo akan menetas menjadi larva setelah 24-36 jam kemudian. Larva yang menetas akan bergerak di dasar kolam atau melayang disekitar serabut kakaban. Sesekali larva akan bergerak ke permukaan air, kemudian menyelam kembali (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
Kakaban diangkat setelah 3 (tiga) hari sejak telur menetas. Kemudian, kakaban dibersihkan dan dikeringkan. Kakaban ini dapat digunakan lagi untuk pemijahan berikutnya. Telur-telur yang tidak menetas dan mati dibuang dengan cara disipon (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
Selama perawatan telur sampai menetas perlu dikucurkan atau ditambakan air sebagai penganti air yang terbuang saat melakukan penyiponan. Tambahkan pula obat (bahan kimia) malachyt green yang dilarutkan dalam media (air), dosisnya 0,1 ppm. Obat atau desinfektan ini akan melindungi telur dan larva dari serangan jamur ataupun bakteri (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
2.8 Pemeliharaan Larva
2.8.1 Pengelolaan Kualitas Air
Menurut Khairuman dan Amri (2002), kolam atau tempat penetasan telur sekaligus dijadikan sebagai tempat pemeliharaan larva. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama pemeliharaan larva, yakni kualitas air tetap terjaga dengan baik dan pakan harus tersedia dalam jumlah dan kualitas yang mencukupi. Karenanya penggantian atau penambahan air harus dilakukan setiap 2 hari sekali atau tergantung dari kebutuhan dengan melihat kualitas air yang ada di dalam kolam penetasan.
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), penggantian air pada bak perawatan larva dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a. Penggantian air hanya dilakukan setiap hari untuk menambah volume air yang terbuang saat dilakukan penyiponan.
b. Usahakan agar air yang ditambahkan tidak melebihi 10% dari total volume bak perawatan larva.
c. Setiap melakukan penyiponan sekaligus disedot pula kotoran dan sisa makanan dan bangkai larva yang mengendap didasar kolam.
d. Untuk mempertahankan kondisi oksigen dalam media dapat ditambahkan semburan air yang disuplai dari bak penampungan. Semburan air ini dibuat mirip air mancur (spraying water). Kucuran air ini lebih efektif dipancarkan (dialirkan) setiap malam.
2.8.2 Pengelolaan Pakan
2.8.2.1 Kultur Pakan Alami
Menurut Khairuman dan Amri (2002), kutu air (Daphnia sp) di samping dapat diperoleh dari alam, kutu air atau daphnia sp. dapat dikultur atau dibudidayakan. Budidaya kutu air dapat dilakukan di bak atau kolam tembok atau fiber glass berukuran 1x1x0,25 m atau disesuaikan dengan luas lahan. Mula-mula bak dikeringkan dan dibersihkan, selanjutnya diisi air bersih yang berasal dari sumur pompa atau sumur timba. Untuk mempercepat pertumbuhan kutu air, harus dilakukan pemupukan menggunakan kotoran ayam yang sudah kering sebanyak 2-5 gr/liter.
Cara pemupukannya dengan menyaring kotoran ayam menggunakan karung atau media lain agar bahan-bahan yang kasar (ampas) tidak masuk ke dalam bak atau wadah. Pupuk yang baik ditandai dengan perubahan warna air menjadi cokelat seperti teh, setelah pupuk dimasukkan ke dalam bak. Selanjutnya air dibiarkan selama 3-4 hari. Pada hari kelima diinokulasikan (ditebarkan) bibit-bibit Daphnia sp. hasil tangkapan dari alam. Pada hari ketujuh baru dapat dipanen. Pemupukan dilakukan ulang dengan dosis ½ dari pemupukan pertama supaya Daphnia sp. selalu tersedia (Khairuman dan Amri 2002).
2.8.2.2 Pemberian Pakan
Menurut Suyanto (2007), makanan alami ikan lele adalah binatang-binatang renik, seperti kutu-kutu air (Daphnia, Cladosera, Copepoda), cacing-cacing, larva (jentik-jentik serangga), siput-siput kecil, dan sebagainya.
Pemberian pakan larva pada bak perawatan larva dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a. Makanan diberi setelah benih (larva) berumur 5 (lima) hari sejak menetas.
b. Jenis makanan yang diberikan adalah pakan alami berupa plankton hewani atau nabati yang diambil dari perairan (kotor, waduk, sungai, sawah, dll.) atau hasil hasil produksi massal.
c. Jenis makanan lain adalah pakan ikan cetak atau buatan (artificial food) yang dapat dibeli di toko ternak(poultry shop) atau kuning telur ayam yang direbus dan dihancurkan. Pada umur 15 hari dapat diberikan makanan berupa cacing merah atau tubifex (chopped worm).
d. Makanan diberikan sedikitnya setiap 6 jam sekali. Jumlah makanan disesuaikan dengan nafsu makan larva, tetapi tidak melebihi 10% dari prakiraan berat badan (biomas).
e. Perawatan larva ikan lele dumbo tidak perlu dilakukan penjarangan. Oleh karena itu, bak (kolam) perawatan yang dipersiapkan harus diperkirakan mampu menampung jumlah larva yang dirawat.
f. Perawatan larva hanya dilakukan selama 20-25 hari. Dalam keadaan normal, larva lele dumbo akan tumbuh menjadi benih ukuran 2-3 cm (panjang) setelah 20-25 hari.
2.9 Pengendalian Hama dan Penyakit
2.9.1 Hama
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), hama yang sering menyerang lele dumbo di kolam terbuka adalah ular dan kepiting. Ular suka memangsa bibit lele dumbo yang masih kecil dan lemah. Sedangkan kepting akan masuk ke dalam kolam dan merusak pematang sehingga kolam mudah bocor dan ambrol.
Kedua jenis hama tersebut tidak tergolong hama yang ganas dan tidak menimbulkan kerugian cukup besar. Pengendaliannya tidak perlu dilakukan dengan obat kimiawi, tetapi cukup dilakukan dengan cara ditangkap dan dibuang atau dimusnahkan (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
2.9.2 Penyakit
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), Jenis penyakit yang sering menyerang lele dumbo adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa, bakteri, dan virus. Penyakit parasitik juga dikenal sebagai penyakit infeksi karena menimbulkan luka pada ikan yang terserang. Sebaliknya, penyakit non-parasitik tidak menimbulkan luka pada ikan yang terserang sehingga disebut penyakit non-infeksi.
Biasanya, jenis protozoa penyebab timbulnya infeksi pada lele dumbo adalah Ichthyopthirius sp, Trichodina sp, dan Chilodonella sp. Penyakit yang ditimbulkan oleh serangan protozoa adalah penyakit bintik putih (White spot diseases). Penyakit ini banyak ditemukan pada benih lele dumbo. Faktor-faktor abiotik yang berpengaruh terhadap serangan penyakit protozoa adalah kekurangan makanan, kekurangan oksigen terlarut, dan fluktuasi suhu yang sangat drastis (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
Jenis-jenis bakteri penyebab timbulnya penyakit pada ikan lele dumbo adalah Aeromonas sp, Pseudomonas sp, dan Mycobacrerium sp. Gejala serangan penyakit bakterial adalah bintik merah diseluruh permukaan tubuh ikan, perut mengembung (busung), sirip ekor geripis, sirip punggung dan sirip dada berdarah,dll. Faktor-faktor utama penyebab serangan penyakit adalah fluktuasi suhu air dan pencemaran bahan organik dalam air pemeliharaan (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
Virus yang menyerang ikan lele dumbo pada umumnya adalah Rabdovirus. Virus ini bentuknya mirip peluru. Gejala serangan virus Rabdovirus adalah pendarahan (hemoragik) pada organ-organ ikan dan kulit, perut mengembung, dan kulit pucat. Faktor utama penyebab virus Rabdovirus adalh perubahan (fluktuasi) suhu air (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
Menurut Suyanto (2007), penyakit ikan yang disebabkan oleh jamur dapat diobati dengan tiga cara; yaitu direndam larutan kalium permanganat, larutan garam dapur, dan larutan malachyte green. Ikan direndam dalam larutan kalium permanganat 1 gram per 100 liter, selama 60-90 menit. Ikan direndam dalam larutan garam dapur (10 gram per liter) selama 1 menit.
2.10 Panen dan Pasca Panen
2.10.1 Panen
Menurut Khairuman dan Amri (2002), setelah dipelihara selama 30-40 hari, benih lele dumbo siap dipanen pada pagi atau sore hari saat suhu rendah. Pemanenan dimulai dengan mempersiapkan alat-alat panen serta tempat penampungan benih hasil panen. Setelah semua peralatan siap, kolam dikeringkan secara perlahan-lahan sampai air yang tersisa hanya tinggal di kamalir. Dalam keadaan ini, benih-benih lele dumbo akan terkumpul di dalam kamalir. Selanjutnya dengan alat tangkap (sair), benih ditangkap dan ditampung di dalam wadah yang telah disediakan. Benih disortir atau dipisahkan sesuai dengan ukurannya.
2.10.2 Pasca Panen
Menurut Prihartono, R.E (1999), mengangkut lele dumbo ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu cara tertutup dan cara terbuka. Cara tertutup diterapkan untuk pengangkutan lele dumbo ukuran kecil atau jarak angkutnya jauh, Wadah angkutnya dapat berupa kantung plastik berisi air sebanyak ¼ bagian dan oksigen. Wadah ini selanjutnya diikat dengan karet. Sementara pengangkutan cara terbuka diterapkan untuk ikan berukuran besar atau jarak angkutnya dekat. Wadah angkutnya dapat berupa tong plastik yang diisi air sebanyak ¼ bagian. Pada cara terbuka ini wadahnya tidak diberi oksigen. Setelah diisi air, lele dapat dimasukkan ke dalam tong dan tutup agar tidak loncat.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Pengelolaan Induk Lele Dumbo
5.1.1 Pemeliharaan Induk
Bak pemeliharaan induk berupa bak permanen yaitu dinding dan dasarnya terbuat dari beton. Bak tersebut memiliki luas 50 m2 dengan panjang 10 m dan lebar 5 m. Setiap bak dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran air, agar memudahkan dalam pengisian dan pengeluaran air. Air yang digunakan sebagai media bak perawatan induk berasal dari mata air Tuk Umbul desa Ngrajek. Air tersebut memiliki kualitas yang baik karena langsung dialirkan dari sumber mata air dan terbebas dari pencemaran limbah karena lokasinya jauh dari pabrik–pabrik penghasil limbah sehingga air tersebut tidak perlu ditreatmen dahulu dan dapat langsung digunakan atau disalurkan pada kolam dan bak yang ada. Setiap bak pemeliharaan dialiri air media dengan debit air 0,5-1 L/dt
Induk betina berjumlah 415 ekor sedangkan induk jantan berjumlah 439 ekor, jadi jumlah seluruh induk adalah 954 ekor. Pada pemeliharaan induk ini antara induk jantan dan induk betina dipelihara dalam kolam terpisah, hal ini sesuai dengan pendapat Khairuman dan Amri (2002), induk jantan dipelihara secara terpisah dengan induk betina agar memudahkan dalam pengelolaan, pengontrolan, dan yang terpenting dapat mencegah terjadinya "mijah maling" atau memijah di luar kehendak.
Adapun ciri-ciri antara induk jantan dan induk betina yaitu :
1. Induk Jantan
a. Gerakan lincah
b. Postur tubuh ramping dan panjang
c. Tulang lempeng kepala lebih datar
d. Lubang kelamin lebih panjang, menonjol dan runcing
e. Warna tubuh sama dengan induk betina yaitu berwarna kelabu mengkilat
2. Induk Betina
a. Gerakan lamban
b. Postur tubuh gemuk dan lembek
c. Tulang lempeng kepala lebih menggembung
d. Lubang kelamin membulat
e. Warna tubuh sama dengan induk jantan yaitu berwarna kelabu mengkilat.
Induk yang dipelihara rata-rata berumur 1,5-2,5 tahun, berat induk jantan berkisar antara 500-800 gr, sedangkan berat induk betina berkisar antara 400-500 gr. Panjang induk jantan berkisar antara 45-50 cm, sedangkan panjang induk betina antara 40-45 cm. Induk betina dapat dipijahkan dengan interval 2 bulan sekali, sedangkan induk jantan dapat dipijahkan sepanjang tahun. Induk yang telah dipijahkan dan yang belum dipijahkan dalam pemeliharaannya dipisah supaya dapat diketahui giliran induk yang akan dipijahkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Soetomo (2000), yang menyatakan bahwa Induk yang dipilih sebaiknya yang telah biasa dipelihara di kolam. Perawatan ditujukan agar induk selalu dalam keadaan sehat, mempunyai vitalitas tinggi dan menghasilkan keturunan yang sehat. Induk yang telah berumur 1 tahun lebih dengan berat minimal 150 gr dapat dipijahkan sampai ia berumur 5 tahun dengan interval 2 bulan sekali.
Apabila induk betina yang telah dipijahkan mengalami luka yang disebabkan oleh perlakuan induk jantan maka induk betina diobati dengan menggunakan PK (Kalium Permanganat) dosisnya 5 ppm dengan cara merendam ikan selama 5-10 menit.
5.1.2 Pengelolaan Pakan Induk
Pakan yang diberikan untuk pengelolaan induk ikan lele dumbo berupa pellet. Frekuensi pemberian pakan pada induk lele dumbo 2 kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 07.00 dan sore hari pukul 17.00. Dosis pemberian pakan yaitu 2 % per hari dari total berat tubuh induk. Pakan yang digunakan adalah pellet yang mengandung protein lebih dari 35%, hal ini sesuai dengan pendapat Soetomo (2000), yang menyatakan bahwa memberikan makanan yang cukup kandungan gizinya dengan kadar protein lebih dari 35%. Dalam pemberian pakan pellet tidak dianjurkan memberi pakan secara berlebihan karena akan mengakibatkan penurunan kualitas air. Turunnya kualitas air disebabkan kandungan O2 dalam air berkurang dan bertambahnya H2S dan CO2 di dalam air akibat proses pembusukan pakan yang tidak dimakan. Pakan pellet yang diberikan untuk induk dapat dilihat pada gambar .







Gambar . Pakan Induk Ikan Lele
Sumber. Data Primer, 2010

5.2 Pemijahan
5.2.1 Persiapan Bak Pemijahan
Bak pemijahan yang digunakan adalah bak permanen yang terbuat dari semen/ beton an dilapisi dengan keramik. Luas bak pemijahan yaitu 7,2 m2 dengan panjang 4,8 m dan lebar 1,5 m. Untuk mempersiapkan bak pemijahan dilakukan beberapa langkah yaitu pembersihan, proses sterilisasi dan pemasangan kakaban. Pembersihan dilakukan dengan menyikat kotoran yang menempel pada dinding dan dasar bak. Setelah itu bak dibilas dengan air hingga bersih. Proses selanjutnya adalah sterilisasi yaitu dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan formalin sebanyak 1 ppm ke seluruh bagian bak dan didiamkan selama 1 jam, hal ini bertujuan untuk mematikan organisme pathogen yang mungkin masih tersisa di bak tersebut, agar bak benar-benar steril dari organisme pathogen yang dapat mengganggu pertumbuhan ikan. Kemudian bak dibersihkan dengan cara dibilas dengan air bersih hingga benar-benar terbebas dari formalin.
Bak yang sudah dibersihkan dan disterilisasi kemudian dipasang kakaban yang terbuat dari ijuk dan berukuran panjang 30-40 cm sebagai tempat menempelnya telur hasil pemijahan. Kakaban diletakkan menempel pada dasar bak tidak boleh mengapung di permukaan air. Kakaban yang dipasang menutupi seluruh dasar bak pemijahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Khairuman dan Amri (2002), yaitu kakaban harus menutupi seluruh permukaan dasar kolam pemijahan. Tujuan dari penutupan dasar kolam secara keseluruhan dengan kakaban adalah supaya seluruh telur yang dikeluarkan oleh induk betina menempel pada kakaban dan tidak ada telur yang menempel pada dasar ataupun dinding bak pemijahan. Setelah bak dibersihkan dan dipasang kakaban kemudian dialiri air hingga ketinggian kira-kira 20-30 cm dari dasar bak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar .






Gambar . Pemasangan Kakaban
Sumber.Data Primer, 2010
Air yang digunakan untuk pemijahan tidak ditreatmen terlebih dahulu karena air tersebut berasal dari mata air yang airnya bersih dan tidak tercemar atau terbebas dari limbah.

5.2.1 Seleksi Induk
Induk lele dumbo yang baik untuk dipijahkan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Induk Jantan :
• Induk yang akan dipijahkan harus sehat, tidak cacat, lincah dan agresif, memiliki berat rata-rata 1000 gr/ekor.
• Postur tubuh ramping apabila diurut bagian perut keluar cairan berwarna putih susu (cairan sperma).
• Pada bagian ujung alat kelamin terlihat berwarna kemerahan dan memanjang.
• Umur induk yang digunakan untuk pemijahan minimal 1 tahun.
2. Induk Betina :
• Induk yang akan dipijahkan harus sehat, tidak cacat, lincah dan agresif, postur tubuh gemuk, pada bagian perut apabila diraba terasa lunak dan memiliki berat rata-rata 800 gr.
• Apabila diurut bagian perutnya keluar cairan berwarna kuning transparan lubang kelamin berwarna merah tua, melebar dan membengkak.
• Umur induk yang digunakan untuk pemijahan minimal 1 tahun.
Perbedaan induk jantan dan betina dapat dilihat pada gambar berikut.

















(a) (b)
Gambar (a). Induk Jantan dan Gambar (b). Induk Betina
Sumber. Data Primer, 2010


Seleksi induk dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam induk hingga ketinggiannya mencapai sekitar 30 cm dari dasar kolam. Setelah air kolam disurutkan tangkap induk dengan menggunakan seser secara perlahan. Induk yang telah ditangkap kemudian dilihat jenis kelamin dan matang tidaknya gonad induk tersebut. Untuk melihat kematangan gonad induk yaitu dengan melakukan stripping pada bagian perutnya. Apabila induk jantan pada saat distripping mengeluarkan sperma maka induk jantan tersebut siap untuk dipijahkan, sedangkan induk betina akan mengeluarkan telur yang berwarna kuning kehijauan. Induk yang telah diseleksi kemudian dimasukkan dalam wadah untuk kemudian dibawa ke bak pemijahan.
Sebelum induk jantan dan betina dimasukkan dalam bak pemijahan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran berat dan panjang badan. Untuk Induk jantan berat rata-rata 1 kg dan panjang 50-54 cm, sedangkan berat induk betina rata-rata 800 gr dengan panjang 43-50 cm.

5.2.2 Proses Pemijahan
Pemijahan yang dilakukan adalah pemijahan secara alami tanpa menggunakan rangsangan hormon. Induk yang telah diseleksi kemudian dimasukkan dalam bak pemijahan secara perlahan agar induk tidak mudah stress. Perbandingan antara induk jantan dan induk betina pada saat pemijahan yaitu 3:4 dalam satu kolam. Pemijahan diawali dengan induk jantan mendekati induk betina kemudian berkejar-kejaran mengelilingi kakaban. Induk betina akan mengeluarkan telur kemudian induk jantan mengeluarkan spermanya untuk membuahi telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Puspowardoyo dan Djarijah (2006) yang menyatakan bahwa Proses peijahan lele dumbo diawali dengan pengeluaran telur dari induk betina dan disusul dengan semprotan sperma oleh induk jantan. Induk yang telah berpijah dapat dilihat dari prilaku dan telur hasil pemijahannya.
Pada saat proses pemijahan berlangsung, seluruh penerangan yang berada disekitar bak pemijahan dimatikan, hal ini bertujuan untuk menciptakan suasana sunyi dan gelap sehingga proses pemijahan dapat berjalan dengan lancar. Biasanya proses pemijahan terjadi pada malam hari antara pukul 24.00-03.00 dengan ditandai posisi induk jantan di bawah sedangkan betina di atas. Selain itu akan tercium bau amis, dan air berbuih. Setelah proses pemijahan selesai, kakaban akan dipenuhi oleh telur.
5.2.3 Penetasan Telur
Persiapan bak penetasan tidak berbeda dengan persiapan bak pemijahan, dinding dan dasar bak disikat menggunakan sikat biasa atau sikat kawat supaya kotoran dan lumut yang menempel pada dinding dan dasar bak hilang. Dalam membersihkan bak penetasan telur dilakukan dengan hati-hati agar bak tidak mudah pecah karena terbuat dari bahan fieber. Bak kemudian diisi air dengan ketinggian 40 cm dari dasar bak dan diberi aerasi untuk meningkatkan kandungan oksigen yang terdapat dalam media penetasan. Suhu air yang terdapat pada bak penetasan telur yaitu berkiar antar 25-26 ºC. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar. berikut.






Gambar. Pembersihan Bak Penetasan
Sumber : Data Primer, 2010


Pada pagi hari setelah proses pemijahan selesai, dilakukan pemindahan kakaban yang berisi telur dari bak pemijahan ke dalam bak penetasan telur, kemudian induk dipindahkan langsung ke kolam pemeliharaan induk agar apabila induk kelaparan tidak memakan telurnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Puspowardoyo dan Djarijah (2006), jika induk lele tersebut dalam beberapa jam tidak mendapat makanan untuk disantap, maka induk-induk tersebut akan memakan telurnya sendiri. Oleh karena itu, pagi hari setelah berpijah, induk lele dumbo yang telah memijah harus segera ditangkap dan dimasukkan lagi ke kolam penampungan serta diberi makanan yang cukup. Sedangkan telur-telurnya dipindahkan ke kolam penetasan
Pada saat meletakkan kakaban ke dalam bak penetasan kakaban diletakkan dalam keadaan terbalik, hal ini bertujuan agar pada waktu larva menetas langsung turun dan kontak langsung dengan air, apabila kakaban tidak dibalik maka terjadi kematian pada larva sebab pada waktu larva menetas tidak langsung kontak dengan air, akan tersangkut oleh ijuk kemudian mati.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar. berikut.







Gambar. Kakaban
Sumber. Data Primer, 2010

Pada Satker PBIAT Ngrajek produksi total telur lele dumbo dapat mencapai 320.000 butir untuk 8 induk betina yang dipijahkan, dari jumlah telur tersebut, yang menetas sekitar 65% yaitu 208.000 butir telur. Telur yang telah dibuahi akan berwarna kuning transparan kecoklatan, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan berwarna putih susu atau putih pucat. Hal ini sesuai dengan pendapat Puspowardoyo dan Djarijah (2006), telur hasil pemijahan akan menempel pada serabut kakaban. Telur yang baik berwarna kuning jernih, kelihatan segar, mengkilat, dan tampak bulatan kecil seperti inti atau nokta di tengahnya. Sedangkan telur yang jelek berwarna putih keruh. Telur yang baik akan menetas menjadi larva sedangkan yang jelek akan membusuk.
Telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 24-26 jam. Larva yang baru menetas tidak memerlukan makanan tambahan dari luar tubuh karena tersedia cadangan makanan di dalam tubuhnya berupa kantong kuning telur (egg yolk). Larva tersebut tidak diberikan makanan tambahan sampai cadangan makanan (egg yolk) tersebut habis atau sekitar umur 3 hari. Larva yang masih memiliki egg yolk akan bergerak berputar-putar secara perlahan dan akan berkumpul pada sudut-sudut bak atau dasar bak. Setelah 3 hari kakaban diangkat dari bak penetasan dibersihkan kemudian dijemur. Larva yang telah menetas akan bergerak secara perlahan dan akan berkumpul pada sudut-sudut bak. Sungut atau kumis telah terbentuk pada saat larva berumur 1-2 hari. Hal tersebut sesuai dengan Soetomo (2000), perkembangan ikan lele berlangsung dengan ditandai terbentuknya sungut setelah benih berumur 2 hari.
5.3 Pemeliharaan Larva
a. Pendederan I
Pendederan I dilakukan di dalam kolam pendederan yang memiliki luas 1000 m2 dan terdapat di luar ruangan (outdoor). Kolam tersebut terbuat dari beton dengan dasar tanah. Sebelum lara ditebar pada kolam pendederan I, terlebih dahulu kolam dilakukan pengelolaan tanah dasar kolam yaitu dengan pemupukan dan pengapuran dasar kolam.
Pemupukan dasar kolam dilakukan dengan menebarkan langsung pupuk kandang pada dasar kolam. Pupuk kandang yang digunakan adalah kotoran ayam sebanyak 500 gr/m2. Pemupukan dasar kolam bertujuan untuk mengembalikan kesuburan tanah agar pakan alami berupa phytoplankton dapat tumbuh. Phytoplankton yang tumbuh di dalam kolam memicu tumbuhnya zooplankton sebagai pakan alami larva lele. Sedangkan pengapuran dasar kolam dilakukan dengan cara menebar kapur secara merata pada dasar kolam sebanyak 5 gr/m2, hal ini bertujuan untuk meningkatkan pH tanah.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar.









Setelah proses pemupukan dan pengapuran selesai, maka kolam dibiarkan selama satu hari, hal ini bertujuan agar pupuk dan kapur yang telah ditebar dapat meresap ke dalam tanah. kemudian kolam dialiri air sampai ketinggian 30-40 cm dari dasar kolam dan dibiarkan selama tiga hari.
Setelah pengisian air selesai, larva yang berumur 3-4 hari ditebar ke dalam kolam pendederan. Penebaran larva dilakukan dengan cara mengisi air pada wadah pengangkutan sedikit-demi sedikit hingga larva keluar dengan sendirinya, penebaran ini delakukan dengan hati-hati agar larva tidak mudah stress. Jumlah larva yang ditebar yaitu 154.050 ekor. Lama pendederan I yaitu selama tujuh hari dan SR yang dicapai pada pendederan I yaitu 70% sebanyak 107.835 ekor. Selama pendederan I benih mencapai ukuran 1-3 cm.
b. Pendederan II
Persiapan kolam pendederan II sama halnya dengan persiapan pada kolam pendederan I yaitu dengan pemupukan dan pengapuran dasar kolam. Setelah pemupukan dan pengapuran selesai barulah kolam diisi dengan air. Kemudian setelah didiamkan selama tiga hari kemudian larva yang sebelumnya dipelihara pada kolam pendederan I ditebar ke dalam kolam pendederan II. Perlakuan penebaran benih sama halnya dengan perlakuan penebaran larva.
Pendederan II berlangsung selama 21 hari, dan benih mencapai ukuran 9-12 cm. Pemeliharan benih pada kolam pendederan II mencapai SR 80% yaitu 822.680 ekor.



5.4 Pengelolaan Pakan
Pemberian pakan pada pemeliharaan larva ikan lele dumbo dilakukan setelah umur 4 hari karena cadangan kuning telur (yolk egg) pada tubuh larva telah habis hal ini ditandai dengan sudah tidak terdapat warna kuning yang ada pada bagian perut larva dan larva telah bergerak secara aktif untuk mencari makanan. Makanan yang diberikan setelah umur 4 hari adalah pakan alami berupa cacing sutera yang ditebarkan secara merata kedalam bak pemeliharaan larva.
Pada pendederan I pemberian pakan buatan dilakukan setelah dua hari dari penebaran atau benih berumur enam hari. Pakan yang digunakan adalah pellet sebanyak 1,5 gr/1 m2 yang dijadikan bubur. Kemudian pakan ditebar secara merata pada permukaan air kolam dengan frekuensi 2x1 hari. Pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari pada pukuk 07.00 dan 17.00.
Pada pendederan II pakan yang diberikan sudah menggunakan pakan utuh yang mengapung. Dosis pemberian pakan yaitu sebanyak 2 gr/1 m2 dengan frekuensi pemberian pakan 2x1 hari. Pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari pada pukuk 07.00 dan 17.00 dengan cara ditebar merata pada seluruh permukaan air.

5.2.7 Pengelolaan Kualitas Air
Air media yang digunakan untuk pemeliharaan larva yang berumur 0-11 hari berasal dari air sumur dengan pH 7,2. Pada bak pendederan I ketinggian air dipertahankan 10-15 cm. Air yang berasal dari sumur ini tidak melalui penyaringan terlebih dahulu karena dianggap air telah melalui penyaringan alami yaitu oleh tanah dan belum tercemar. Pada saat larva lele dumbo berumur 11-24 hari bak pendederan II diisi air dengan ketinggian 50-70 cm dari air sungai yang terlebih dahulu dialirkan pada bak pembesaran nila yang dimaksudkan sebagai bak pengendapan.
Dilakukan pergantian air dengan debit 300 ml/menit untuk pendederan I yaitu dengan cara meletakkan pipa pada bagian tepi salah satu bak dan pipa tersebut dilubangi dengan diameter ½ cm yang berjumlah 3 buah untuk setiap baknya. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Khairuman dan Amri (2002a), Penggantian atau penambahan air harus dilakukan setiap 2 hari sekali. Pergantian air dilakukan setiap hari karena selain penambahan air ini berfungsi sebagai pergantian air, penambahan air ini juga berfungsi sebagai penambah oksigen terlarut dalam air atau aerator. Untuk pengurangan air, pada saluran pembuangan pipa dipasang miring supaya air dapat mengalir keluar secara teratur, tidak menyebabkan larva menjadi stres serta ketinggian air stabil. Suhu air pada bak pemeliharaan larva atau bak pendederan I dan pendederan II bekisar antara 25-31º C. Sedangkan pH air pada bak pemeliharaan larva berkisar antara 7,1-7,9. Untuk lebih jelas mengenai suhu dan pH air yang ada pada bak pemeliharaan larva dari umur 1 hari sampai panen atau umur 24 hari dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pakan campuran yang digunakan banyak menimbulkan polusi pada media air sehingga perlu dilakukan penyiponan. Pertama kali penyiponan dilakukan pada saat larva berumur 7 hari. Penyiponan dilakukan dengan menggunakan alat yang berupa selang yang dihubungkan dengan pipa paralon yang ujungnya terdapat lubang untuk menghisap kotoran yang berbentuk corong yang telah dibelah. Pada saat penyiponan aerasi tidak dimatikan, cara penyiponan yaitu arahkan pipa tersebut ke daerah yang kotor, dorong pipa sehingga ujung pipa lurus dengan dasar bak, kemudian menariknya perlahan-lahan sambil dimiringkan pada bagian ujungnya supaya kotoran tidak teraduk dan terangkat sehingga menyebabkan media air menjadi kotor. Penyiponan ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mengendap pada dasar bak larva baik yang disebabkan oleh sisa hasil metabolisme maupun sisa pakan. Setelah dilakukan penyiponan bak pendederan I diberi probiotik dengan dosis 0,5 ppm supaya larva tidak stres akibat pengadukkan kotoran dasar bak.
5.2.8 Pengendalian Hama
1. Ular
Penanggulangannya yaitu dengan cara dilakukan pengontrolan setiap saat sehingga pada saat ada ular maka dapat langsung dibunuh dengan menggunakan senapan angin atau dengan pemukul. Serta untuk mencegah masuknya hama ini disekitar kolam selalu dibersihkan. Hal ini sependapat dengan Suyanto (1992), Ular cara pemberantasannya yaitu sedapat mungkin ialah menangkapnya sewaktu terlihat di dalam kolam atau di sekitar kolam.
2. Kepiting
Penanggulangannya yaitu dengan cara dilakukan pengontrolan setiap saat apabila terdapat hama tersebut langsung dibunuh secara manual atau dengan cara dipukul sampai mati kemudian dibuang ke saluran pembuangan.
3. Larva Capung (Cybertis)
Penanggulangannya yaitu dengan cara dilakukan pengontrolan setiap saat apabila terdapat hama tersebut langsung ditangkap dengan menggunakan seser dan dibunuh secara manual atau dengan cara diinjak.
4. Katak
Penanggulangannya yaitu dengan cara dilakukan pengontrolan setiap saat apabila terdapat hama tersebut langsung dibunuh dan dibuang.

5.2.9 Panen
Panen benih ikan lele dilakukan pada saat benih berumur 24 hari dengan panjang larva 3-4 cm. Hal ini tidak sesuai dengan BPPP Tegal (2007), Pemungutan hasil pertama dilakukan setelah benih berumur 17-21 hari (panjang benih 2,5 cm). Ukuran benih 2,5 cm masih harus dipelihara lagi sampai benih berukuran minimal 3 cm, pembeli benih biasanya mencari benih berukuran besar selain siap ditebarkan dalam bak pembesaran dapat menghemat biaya pemeliharaan. Pelaksanaan panen biasanya dilakukan secara bertahap karena terjadi perbedaan ukuran, larva yang masih berukuran kurang dari 3 cm akan dipelihara lagi ke bak pendederan II. Pemanenan biasa dilakukan pada waktu pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB atau pada sore hari pada pukul 16.30 WIB. Sehari sebelum panen biasanya benih dipuasakan terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas air pada saat pengangkutan sehingga menyebabkan larva stres dan terjadi kematian.
Pada saat panen ketinggian air pada bak disurutkan sampai tinggal air di saluran tengah (caren). Hal ini untuk memudahkan penangkapan benih yang akan berkumpul pada saluran tengah dengan menggunakan seser. Benih digiring ke dekat saluran pembuangan yang tempatnya lebih dalam. Kemudian benih ditangkap dengan menggunakan seser dengan mata jaring yang sangat halus. Dalam menangkap benih dilakukan secara hati-hati supaya benih tidak luka atau cacat, kemudian benih ditampung pada ember plastik untuk sementara sebelum digrading di bak panen. Adapula cara panen yang lain yaitu dengan cara menjaring benih pada bak pendederan menggunakan waring yang bermata jaring halus berukuran 6x2 m pada sisinya diberi tongkat bambu supaya mudah dalam penggunaannya. Panen pada bak pendederan II yang berjumlah 2 bak ini menghasilkan benih berkisar 67.005 ekor. Proses pemanenan benih pada bak pendederan II dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pemanenan Benih

Grading perlu dilakukan untuk memisahkan ikan berdasarkan ukuran. Apabila tidak digrading maka dapat menimbulkan kanibalisme antara sesama benih ikan yaitu ikan yang berukuran besar akan memakan ikan yang kecil karena terdapat pertumbuhan benih yang berbeda. Untuk itu, perlu dilakukan grading setiap 1 minggu sekali setelah larva berumur 18 hari. Grading dilakukan dengan menggunakan bak grading terbuat dari karet atau plastik yang dilubangi sesuai dengan ukuran benih. Grading benih ikan lele dilakukan dengan memisahkan ikan sesuai dengan ukuran.
5.3 Pasca Panen
Adapun teknik sampling benih ikan lele dumbo di UED Mina Utama yaitu dengan cara benih dihitung terlebih dahulu dengan cara menimbang sampel 100 ekor ikan, misal berat benih 100 ikan 100 gr maka untuk mencari jumlah ikan 100 ekor lagi yaitu dengan cara menimbang berat 100 gr.
Teknik packing benih yaitu dengan cara benih yang telah dihitung dimasukan ke dalam kantong plastik yang berukuran 30x20 cm yang telah diisi air sebanyak 1,5 liter, kepadatan antara 500–1000 ekor/kantong dengan benih yang berukuran 3–4 cm. Sedangkan untuk benih berukuran 5–8 cm kepadatannya antara 100–500 ekor/kantong. Selain menggunakan kantong plastik pengangkutan benih menggunakan jurigen yang tidak ditutup. Jurigen berukuran 10 liter yang telah diisi air sebanyak ¼ bagian dapat menampung 5000 ekor benih, setelah benih dimasukkan ke dalam jurigen diberi antibiotik yang berupa oxytetracyclin sebanyak 0,5 mg/liter air.
5.4 Produksi dan Pemasaran
Untuk benih yang masih berukuran kecil atau dibawah ukuran 3 cm akan dipelihara kembali di bak pendederan II sampai larva berukuran 3 cm dan siap untuk dijual. Benih ikan lele dumbo yang dipanen berukuran 3–6 cm. Daftar ukuran benih dan harga dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Harga Benih Berdasarkan Ukuran
Ukuran Benih (cm) Harga/ekor (Rp)
3
4
5
6
7
8 60
80
100
120
150
200
Sumber : UED Mina Utama, 2009
UED Mina Utama melakukan penebaran telur sebanyak 120.100 butir, telur yang menetas sebanyak 102.080 ekor atau
HR = jumlah telur yang menetas x 100%
jumlah telur yang ditebar

= 102.080 x 100%
120.100

= 84,9 %

dan telah menghasilkan benih ikan lele dumbo sebanyak 67.005 ekor yang telah ditebar pada sebuah bak pendederan II sehingga diperoleh
SR = jumlah benih yang dipanen x 100%
jumlah telur yang menetas

= 67.005 x100%
102.080

= 65,6 %

Adapun daerah pemasaran benih lele dumbo adalah Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Ampel, Semarang, Sragen dan Wonogiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar