Selasa, 15 Februari 2011

Kepiting Soka (Soft Carapace) APS

Budidaya Kepiting Soka (Soft Carapace) APS
Selasa, 21 Desember 2010



Sumber daya kelautan dan perikanan merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, dan selama ini, menjadi andalan ekspor non-migas Indonesia.
Namun, sejak serangan virus white spot, yang menyerang salah satu sumber daya kelautan kita, yaitu udang tahun lalu, produksi udang tambak menurun drastis. Kontaminasi antibiotik pada udang Indonesia yang memberikan dampak penolakan ekspor ini beberapa waktu lalu, mungkin ada kaitannya dengan serangan virus tersebut.
Kepiting dapat dijadikan sebagai komoditas alternatif untuk meraup devisa. Ini mengingat, potensi kepiting di Indonesia yang sangat memungkinkan dan permintaan luar negeri yang tinggi.

Harus diakui, kepiting masih menjadi bahan pangan bernilai tinggi. Harga kepiting tahun lalu per kilo berkisar Rp25-30 ribu untuk ukuran sedang, isi 4 -5 ekor. Namun sekarang harganya mencapai Rp55–60 ribu per kilonya. Semakin besar ukurannya maka harga tentu semakin mahal. Bila sudah masuk ke kelas restoran seafood bahkan pasar ekspor, maka harga per porsi kepiting mencapai ratusan ribu rupiah.
Hebatnya, permintaan tak pernah surut, malah terus meningkat. Malah pasokannya mengalami penurunan. Permintaan kota-kota besar terutama kota tujuan turis atau pariwisata sangat tinggi. Ni Nyoman, pengusaha perikanan dari Legian Bali, siap menerima berapa pun jumlahnya.
Justru kendalanya pada stok yang terbatas. Kepiting belum bisa direkayasa menghasilkan benih secara massal. Sehingga pasokannya masih mengandalakan dari tangkapan alam, atau budidaya yang jumlahnya masih terbatas.
Kendala kedua, selama ini orang orang selalu direpotkan cangkang kepiting yang keras. Banyak juga ibu ibu yang kecewa kalau membeli kepiting besar dari pasar atau supermarket, setelah dibuka ternyata dagingnya sedikit, cangkangnya saja yang besar. Apalagi disaat mengkonsumsinya, terbilang ribet.
Nah, kendala ini bisa disiasati dengan sentuhan teknologi, seperti dijumpai petani tambak di Balongdowo Sidoarjo Faizal Riza (41). Banyak juga petani lain yang mulai mencoba untuk budidaya Kepiting Soka.
Budidaya Kepiting Soka telah mulai dikembangkan di beberapa daerah di pesisir tanah air. Salah satunya di Sidoarjo Jawa Timur. Adalah para tenaga pengajar budidaya di Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) yang mulai mengembangkan teknik budidayanya. Mereka bisa mengubah tampilan kepiting dengan cangkang yang lunak atau mereka banyak menyebutnya kepiting gembos atau kepiting lemburi (Kepiting Soka, red.) Menurut Ketua Jurusan Budidaya APS, Moh. Zainal Arifin, intinya adalah memanen kepiting yang dipelihara saat ganti kulit (molting).
Hal serupa juga sudah dikembangkan di balai penelitian dan pengembangan air payau Kalianyar Bangil Pasuruan dengan apa yang disebut Kepiting Soka. Jadi kepiting yang bercangkang keras dari keluarga Crustacea ini cangkangnya bisa disulap jadi bercangkang lunak.
Saking lunaknya saat makan kepiting soka ini tak perlu memecah cangkangnya, tetapi bisa dimakan sekalian dengan cangkangnya. Singkat kata, makan kepiting jadi seenak makan daging, langsung “mak nyus…” kata presenter kuliner Pak Bondan, saat memandu menu kepiting soka yang dimasak dengan resep asam manis.

Budidaya Kepiting Soka terbilang masih baru, sehingga belum banyak masyarakat yang menggelutinya. Satu di antara segelintir orang yang mengusahakan Kepiting Soka.
Namun, prinsip budidaya Kepiting Soka sangat sederhana. Yakni dari benih Kepiting Bakau ukuran 10 sampai 12 hari, diadaptasikan dengan lingkungan tambak selama 1 hari. Kemudian dipotong kedua capitnya. Demikian pula dengan keenam kaki jalannya. Sementara kedua kaki renangnya tetap dibiarkan utuh.

Setelah pemotongan kaki, kepiting lalu dimasukan lagi ke dalam keramba dan dibelihara selama 15 hari, atau sampai mengalami proses ganti kulit atau molting. Saat molting inilah, kepiting akan menghasilkan cangkang baru yang lunak dan siap untuk dipanen. Panen kepiting dilakukan beberapa hari sekali dengan hasil panen 20 sampai 25 kilogram (tergantung jumlah sebar bibit, red.).
Hasil panen ia jual ke pengepul dengan harga RP 40.000 hingga Rp. 60.000 per kilogram. Fungsi dari pemotongan capit dan kaki jalan kepiting adalah untuk membuat stres kepiting sehingga proses moltingnya juga akan lebih cepat.
Budidaya Kepiting Soka, dinilai jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya kepiting biasa di keramba. Karena tingkat kematiannya maksimal 20 persen. Selain lebih manis, rasa Kepiting Soka juga lebih gurih dibanding kepiting biasa.
Harga Rp75 Ribu/Kg
Dari kepiting yang bercangkang keras, sehingga saat makan harus membawa alat peremuk tulang atau siap-siap dengan gigi tajam, namun sekarang dengan Kepiting Soka cukup dengan sendok dan garpu.
Di kalangan pengusaha seafood atau istilah perdagangan internasional kepiting soka disebut Soft Shell Crab, seperti sudah di presto tapi secara alami dan ditampilkan dalam bentuk beku (Frozen).
Memang ini menjadi bentuk tampilan baru dari model produk olahan kepiting. Sebelumnya sudah ada yang disebut kepiting hidup, abon kepiting, kepiting kaleng sampai daging cincang kepiting.
Banyak yang mengakui dengan tampilan baru dari kepiting soka ini memberi nilai tambah yang cukup berarti. Dari segi memasaknya, dengan tampilan cangkang lunak, maka bumbu bisa meresap ke daging dengan sempurna lantaran cangkangnya lembek.
Sehingga “sensasi baru” makan kepiting, pasti Anda dapatkan. Apalagi umumnya kepiting hasil molting (ganti cangkang baru, red.) dagingnya legit dan penuh alias gemuk.
Tentu saja restoran dan seafood memberikan bandrol beda pada Kepiting Soka ini. Masuk jenis spesial, sama halnya dengan kepiting yang lagi bertelur. Di tingkat petani, harga kepiting gembos atau soka mencapai Rp60 ribu sampai diatas Rp75 ribu rupiah. Jadi harganya dua kali lipat harga kepiting biasa.
Harga di atas merupakan harga di tingkat produsen. Tentunya secara berjenjang ke atas hingga konsumen (end user), akan terus meningkat. Untuk pasar ekspor produk soft shell crab frozen bisa tembus Rp175 – 230 ribu rupiah perkilonya.
Peluang menjual kepiting soka dalam kondisi hidup juga bisa dilakukan, seperti dengan membangun sarana pemoltingan dekat restoran atau rumah makan seafood. Jadi begitu ada yang meminta menu kepiting soka langsung bisa diambil di bak atau kolam kepiting.
Tentunya teknik ini sangat pas bagi pengusaha seafood, pengepul kepiting atau petambak kepiting. Sehingga harganya bisa naik berlipat ganda.
Sumber : http://swatani.co.id/artikel/8/205/Budidaya-Kepiting-Soka-Cangkangnya-Lunak-Dagingnya-Banyak.html [15-02-2011]

Mina Padi Kolam Dalam

01 April 2009
Mina Padi Kolam Dalam, Panen Padi dan Ikan Bersamaan
Konstruksi kolam sawah jadi lebih dalam dan lebih lebar, memungkinkan panen ukuran konsumsi
Dengan alasan memiliki beberapa keunggulan nilai tambah, sistem terpadu mina padi masih langgeng sampai kini. Utamanya di daerah Jawa Barat, budaya berumur hitungan abad ini masih diandalkan sebagai sumber pendapatan. Kejelian melihatnya sebagai kegiatan yang dapat memberikan nilai tambah bagi petani dan berpotensi dikembangkan, para tenaga pengajar di Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) menggagas pengembangan teknologi usaha mina padi. ?Tujuannya meningkatkan produktivitas dari budidaya sistem mina padi, sehingga memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi petani,? tutur Direktur APS, Endang Suhaedy.
Sejak Januari 2009 lalu, lanjut Endang, pihaknya berinisiatif melakukan percobaan yang disebutnya mina padi kolam dalam. Percobaan dilakukan pada lahan sawah di pekarangan kampus APS seluas 6 ribu m2. Pada dasarnya konsep percobaan ini adalah mengubah konstruksi kolam di sawah yang digunakan untuk memelihara ikan menjadi lebih dalam ukurannya.
Lebarkan dan Dalamkan Kemalir
Menurut Ketua Jurusan Budidaya Perikanan?APS, Moh Zainal Arifin, kekhasan usaha mina padi terletak pada keberadaan kemalir (caren) dalam konstruksi sawah. ?Semacam parit di sekeliling dalam petakan sawah dengan bentuk diagonal atau menyilang,? terangnya. Fungsinya, sebagai tempat berlindung ikan dan memudahkan dalam memanen ikan.
Saat ini umumnya ukuran lebar kemalir berkisar 40 sampai 60 cm dengan kedalaman air pada kemalir 20 sampai 30 cm. Sedangkan, ketinggian air genangan tanaman padi terbatas antara 10 sampai 15 cm. Diterangkan Zainal, dalam percobaan yang dilakukannya ukuran kemalir dibuat lebih dalam dan lebih lebar. Ketinggian air dalam kemalir antara 80 sampai 100 cm, lebarnya dibuat sesuai dengan luas areal sawah (sekitar 2 sampai 3 m). Ditambahkannya, petakan sawah perlu dibuatkan pematang keliling yang kuat agar dapat menahan air dan tidak bocor. Lebar pematang antara 100 sampai 150 cm dan tingginya sekitar 100 cm.
Tidak ketinggalan, agar kolam terlindung dari serangan hama seperti musang, ular dan burung dibuatkan pagar sekeliling kolam dari jaring. Pada bagian atasnya dipasang tali untuk menakuti burung-burung. Sementara untuk mengurangi risiko serangan penyakit pada ikan bisa menggunakan probiotik.
Masih menurut Zainal, dengan konstruksi sawah seperti itu volume air untuk budidaya ikan di dalamnya semakin banyak. Artinya ruang gerak untuk ikan semakin luas dan dapat meningkatkan nafsu makan ikan yang dipelihara. Pada akhirnya akan mendorong laju pertumbuhan ikan. ?Karena yang mempengaruhi pertumbuhan ikan dalam mina padi antara lain volume air, ketersediaan benih, dan pakan,? sebut Zainal berteori.
Jenis ikan yang cocok untuk dibudidayakan di mina padi, jelas Zainal, mas, nila, tawes, nilem, mujaer, gurame, dan tambakan. Dan kebanyakan selama ini di mina padi adalah budidaya pendederan benih. ?Kolam yang terbatas menjadikan sistem ini cocok untuk tahap pendederan benih,? menurut Zainal. Umumnya, lama pemeliharaan sampai waktu penyiangan gulma tahap pertama atau kedua (berkisar 30 hari). ?Ukuran panen rata-rata 30 ? 40 ekor/kg,? tambah Zainal. Tetapi, dengan melebarkan dan mendalamkan kolam sebagaimana dilakukan dalam percobaan di APS, budidaya dapat berlanjut sampai ukuran konsumsi. ?Lama budidaya bisa sama dengan umur padi, 3 bulan,? tambah Zainal. Alhasil diprediksikan, ketika panen padi bersamaan dengan itu petani juga panen ikan.
Dalam percobaannya, APS memilih jenis ikan nila untuk dipelihara. Benih yang ditebar ukuran 5 ? 8 cm dengan padat tebar 3 ? 5 ekor/m2. Selama ini budidaya mina padi menggunakan ukuran ikan tebar 2 ? 3 cm dengan kepadatan 2 ? 3 ekor/m2, atau ukuran 3 ? 5 cm dengan kepadatan 1 ? 2 ekor/m2. Dan kalau biasanya waktu tebar ikan di umur 7 hari pasca penanaman padi, percobaan di APS mengambil hari ke-4 pasca tanam.
Sumber : http://www.trobos.com/show_article.php?rid=15&aid=1539 [15-02-2011]